Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Pertemuan Ketiga Bersama Dosen Pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Selasa, 23 Februari 2021 merupakan kuliah pertemuan ketiga mata kuliah filsafat ilmu untuk Program Studi Pendidikan Matematika Intake 2020/2021 kelas D.
Kuliah dibuka dengan
berdoa bersama menurut keyakinan masing-masing, lalu dosen mengingatkan untuk mengisi
daftar hadir di whatsapp dan juga online.
Metode
berfilsafat ada dua yaitu:
1.
Metode intensi yaitu mengandung arti
diperdalam dan dipertinggi, sedangkan
2.
Metode
ekstensi yaitu mengandung arti diperluas dan dipersempit.
Manusia itu sekaligus melakukan semuanya, tidak bisa hanya intensi, dan juga tidak bisa hanya ekstensi, tidak bisa hanya menyempit, tidak bisa hanya meluas, ketika dia menyempit sekaligus dia sedang memperluas, ketika dia sedang memperluas sekaligus dia menyempit, ketika dia sedang mendalami sekaligus dia meninggikan. Contoh Anda mendalami ilmu itu artinya Anda sedang meninggikan dimensi hidup. Ketika Anda mempersempit pergaulan (mendengarkan kuliah Pak Marsigit) berarti Anda memperluas pengetahuan. Ketika Anda meninggikan ilmu, maka Anda sedang mendalami ilmu. Jadi, manusia melakukan kedua-duanya yaitu intensi dan ekstensi.
Alat yang dipakai untuk berfilsafat yaitu bahasa analog yang artinya lebih tinggi dari bahasa kiasan. Bahasa analogi itu semacam isomorfisma antar dunia. Contoh dunia malam itu identik dengan dunia istirahat, dunia siang itu identic dengan bekerja. Dunia itu apa ? Dunia itu semuanya tanpa terkecuali, yaitu semua yang ada, dan yang mungkin ada. Yang ada dan yang mungkin ada itu bisa di taroh didepannya dunia. Oleh karena itu, juga bisa di taroh didepannya adalah filsafat. Contoh dunia wanita, dunia pria, dunia anak-anak, dunia ibu, dunia mahasiswa, dunia orang tua, dunia belajar, dunia komunikasi, dunia masak-memasak, dunia fashion, dunia perdagangan, dunia ekonomi, dunia perdamaian, dunia peperangan dan lain sebagainya, semua itu bisa di taroh didepannya dunia.
Maka jika saya berbicara hatiku itu adalah spiritualku itu adalah bahasa analog, kalau laki-laki itu pikiran, perempuan itu hati, itu juga analog. Fisafat itu kecenderungan. Itulah bahasa analogi, pikiran itu dunia, sedangkan hati itu akhirat, hati itu tempat doa, karena doa itu akhirat. Jadi kalau saya mengatakan akhirat itu ada dihati, dunia itu ada dipikiran. Kalau saya mengatakan pikiran itu dunia, maka itu bahasa analog. Itulah sulitnya belajar memahami filsafat.
Oleh karena itu, pada akhirnya filsafat itu Anda sendiri yang membangun. Jadi bahasa analog seperti itu, padahal di dunia ini tidak ada yang tidak analog. Bahkan saya bisa mengatakan pikiran itu adalah dunia, sebab Jakarta itu ada dipikiran anda masing-masing, tetapi Jakarta ada di Jawa Barat. Anda tidak akan memikirkan apa yang tidak ada dalam pikiran anda, Tokyo, London, kota apapun yang belum pernah anda dengar dan tadi mendengar dari saya itu langsung ada dipikiran anda. Maka obyek filsafat itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Yang ada dan yang mungkin ada itu bisa diluar pikiran atau didalam pikiran.
Didalam pikiran itu kalau Anda sudah mengetahuinya, sudah mendengar, sudah melihat, sudah menyentuh, menulis, dan memikirkannya. Contoh Anda belum mengetahui nama cucu saya yang terkecil, kedudukan cucu saya itu bersifat yang mungkin ada. Dia akan berada dalam pikiran Anda kalau anda paling tidak sudah mendengar, dan sudah pernah membaca. Sampai detik ini sebelum saya ngomong nama cucu saya yang terkecil, maka itu akan tetap berada diluar pikiran Anda, semua pegang kepala, coba diraba Apakah ada nama cucu saya ? Jika belum ada berate belum ada dipikiran Anda, tetapi ciptaan Tuhan itu super canggih tidak ada yang menandingi, Tuhan itu Maha Kuasa, Maha Pencipta, Maha Hebat maha segala-Nya.
Nanti andai kata masuk di kepala Andapun Anda tidak bisa merasakan, tau-tau udah ada dipikiran Anda, itulah hebatnya, sehiggga manusia diberi kekampuan untuk belajar. Beda dengan handphone, handphone itu pikiran manusia. Anda menerima data cukup pakai suara, handphone juga bisa menerima data pakai suara dengan cara merekam. Tapi untuk memasukkan data itu kita bisa melihat, dan apabila habis baterai bisa mati, sama seperti kita kalau habis tenaga bisa pingsan.
Tetapi, charger manusia cuma makan nasi sepiring aja cukup, tidak perlu pakai charger, nah itulah kehebatan Tuhan. Saya akan menunjuukan proses benda yang diluar pikiran dan yang didalam pikiran. Nama cucu saya yang terkecil itu sekarang posisinya masih diluar pikiran Anda, saya akan tujukkan sebagaimana nama itu bisa masuk ke kepala Anda. Kalau diluar pikiran itu namanya mungkin ada, karena bisa saja saya tidak jadi ngomong, tapi nanti setelah saya ngomong itu sudah langsung berada didalam pikiran Anda, hebatnya kepala Anda juga tidak bergetar, beda kalau hnadphone di telpon, itu pasti akan bergetar.
Nanti Anda mendengarkan informasi dari saya yang saya ucapkan, sambil pegang kepala, dan rasakan terasa atau tidak? Nanti kalau sudah masuk ke kepala Anda kedudukan nama cucu saya sudah menjadi ada, didalam filsafat obyek pikir itu ada dua yang ada dan yang mungkin ada. Ingat-ingat nanti kalau Anda sudah mendengar apalagi sudah mengucapkan, berarti sudah berubah posisi, obyek filsafat itu meliputi semua yang ada dan yang mungkin ada, termasuk nama cucu saya itu obyek filsafat.
Mari kita pegang kepala, nama cucu saya akan saya sebutkan, nama cucu saya yang terkecil adalah Viona, mahasiswa menjawab tidak bergetar Prof. Pikiran kita juga ada permanen memori, dan ada memori sementara. Prof Marsigit bertanya Mba Putri Balqis siapa nama cucu saya ?, Viona Prof. Anda bisa ngomong itu artinya nama cucu saya sudah berada dalam pikiran Anda, itu artinya nama cucu saya sudah ada, itulah maksudnya yang berfilsafat yang ada dan yang mungkin ada.
Sekarang coba perhatikan, saya akan pegang remote speaker saya, perhatikan ya semuanya, perhatikan warnanya juga, saya ingin bertanya : “mas latif remote speaker saya tadi warnanya apa ? mas latif : “warna hitam Prof. Jadi, remote speaker saya itu warnya sudah masuk dalam pikira Anda. Jadi masuk dalam pikiran itu bisa lewat penglihatan bisa dengan pendengaran. Jadi ada dua posisi, remote yang berada dalam pikiran Anda bersifat konkret sedangkan tadi Anda bisa menyebut berarti itu sudah ada dalam pikiran Anda, dan itu bersifat ideal, jadi obyek pikiran (rasio) ini realita itulah maksudnya. Hidup, pikiran, filsafat, berpikir itu adalah interaksi antara realita dan pikiran.
Jadi ada bermacam-macam cara untuk meng-adakan, yang namanya berfilsafat itu membaca, belajar salah satunya itu adalah membaca. Fungsi daripada membaca adalah meng-adakan yang mungkin ada didalam pikiran Anda. Maka, fungsi daripada kuis itu adalah meng-adakan dari yang mungkin ada menjadi ada. Itulah obyek filsafat dari yang ada dan yang mungkin ada.
Filsafat berdimensi metodenya juga berdimensi, obyeknya juga berdimensi. Dimensi itu, naik-turun, kiri-kanan, sempit-luas, tinggi-rendah. Apa yang dimaksud dengan obyeknya juga berdimensi ? yang saya sebut tadi obyek yang ada dan yang mungkin ada itu adalah obyek metafisik atau secara ontologis atau secara hakikinya. Tetapi, ada kalau diturunkan obyek secara epistomologis itu obyke filsafat ada dua yaitu obyek formal dan obyek material.
Tetapi, walaupun formal dan material semuanya punya aspek ontologis, punya aspek metafisik, punya aspek hakiki. Hakikat itu meliputi semuanya, termasuk hakikat daripada hakikat, hakikat daripada metode, termasuk hakikat yang ada dan yang mungkin ada.
Obyek format itu bentuknya, obyek material itu isinya. Jadi obyek filsafat yang ada dan yang mungkin ada itu berstruktur. Manusia itu berstruktur, ada kepala, badan, kaki, itulah struktur badan, ada struktur hati, struktur jantung, struktur jiwa, dan seterusnya.
Obyek itu berstruktur, struktur tumbuhan itu terdiri dari daun, batang, ranting, akar. Struktur bangunan itu pondamen, tiang-tiang, tembok, atap. Struktur Negara mulai dari rakyat, pejabat, pimpinan, anggota DPR, perundang-undangan, presiden, MPR, dasar Negara. Struktur motor, struktur mobil, struktur pesawat, struktur bumi itu ada kerak bumi, atmosfer, ada struktur matematika dimulai dari definisi, aksioma, teorema, dan lain sebagainya.
Ada yang disebut dengan obyek filsafat yang ada dan yang mungkin ada itu adalah strukturnya mulai dari struktur yang sederhana. Struktur yang paling sederhana terdiri dari dua unsur, yaitu unsur formal dan unsur material. Formal dalam bahasa awam itu adalah wadah, material itu isi. Kalau wadahnya Prof Marsigit, isinya jiwanya Prof Marsigit, kegiatannya Prof Marsigit, keluarganya Prof Marsigit, semua adalah isi Prof Marsigit. Maka, tiadalah isi tanpa wadah, dan tiadalah wadah tanpa isi, maka apabila sudah berfilsafat tingkat tinggi bahasa analognya berkata wadah itu isi.
Contoh Toyota itu wadah isinya mobil, Honda itu wadah isinya mobil, motor. Motor Honda itu wadah isinya mesin Honda, mesin Honda itu wadah isinya struk Honda, demikian seterusnya. Prof Marsigit itu wadah isinya keluarga Prof Marsigit atau sebaliknya. Jadi, sekali lagi wadah itu isi.
Berfilsafat itu logika, jadi jangan Anda bawa keluar, nanti kalau keluar jadi bingung. Berani berbicara berani menerangkan itulah berfilsafat. Filsafat itu adalah pikiran diri sendiri. Filsafat meliputi semuanya, maka filsafat itu tergantung diri Anda masing-masing.
Maka, Anda sudah mendengar teori Valibism. Sekarang saya mau Tanya kepada Anda, “nama cucu saya yang paling besar itu siapa ? mahasiswa “belum tau Prof, disini saya kasih Anda nilai nol karena Anda tidak bisa jawab. Apakah kemudian Anda tidak bisa menjawab itu ? salah, dalam filsafat Anda tidak bisa menjawab nama cucu saya yang pertama itu benar, padahal Anda diam saja termasuk salah, itulah dalam filsafat yang disebut salah itu benar. Jadi, Anda itu benar adanya, tidak bisa menjawab nama cucu saya yang pertama, itu benar karena Anda memang belum pernah membaca biodata dari keluarga Pak Marsigit.
Jangan sembarang bertanya dengan orang, kemudian menyalahkan orang karena tidak bisa menjawab. Ini gunanya berfilsafat melindungi dari kesemena-menaan orang yang sok berkuasa, dosen, Profesor, guru SD, guru, dan lain sebagainya. Mentang-mentang bertanya dan siswanya tidak bisa menjawab dimarahi, la belum pernah disuruh belajar. Jadi siswa salah itu benar, itulah yang namanya filsafat, itu adalah teori filsafat Valibisme.
Saya tidak akan menilai anda dari bisa menjawab atau tidak, yang saya nilai adalah portofolio mengumpulkan tugas atau tidak, kuliah atau tidak. Orang tua konon katanya kalau berbicara itu menjadi kenyataan, contoh kamu nilai A, jadi kenyataan nanti mendapat nilai A.
Jadi, obyek filsafat itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada, diturunkan menjadi obyek formal dan obyek material. Obyek formal hakikat nya adalah wadah, dan obyek material hakikat nya adalah isi. Maka, wadah dan isi itu mengalir sepanjang sejarah hidup manusia dan dunia. Dunia kecil itu dunia Pak Marsigit, dunia Anda, dan yang besar dunia kita bersama.
Yang paling awal dari wadah dan isi, yang paling awal kehidupan manusia dan dunia adalah wadah itu adalah takdir nya, isi adalah ikhtiar nya. Maka, Pak Marsigit sebagai wadah, atau Pak Marsigit sebagai isi, maka wadah nya dari bilangan itu angka, isinya dari bilangan itu nilai. Kalau wadah daripada bilangan angka, bisa saja angka 8 lebih kecil daripada 2, karena memang terbuat dari karton, angka 8 yang dibuat dari karton dibuat lebih kecil, angka 2 yang dibuat lebih besar, maka dikatakan angka 8 lebih kecil dari 2 karena wadahnya.
Belajar filsafat itu secara formal dikatakan tiadalah seseorang sedang berfilsafat kalau tidak meriver pikiran para filsuf. Yang nama nya material formal, material wadah dan isi ini sesuai dengan ajaran Plato.
Berstruktur berhirarki dari tempat umum turun ke filsafat, ada filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat agama, filsafat hidup, filsafat estetika, filsafat sosial, filsafat politik, dan masih banyak lagi, ini bisa di taroh yang depan nya filsafat, bahkan filsafat masakan, filsafat tahu-tempe, bisa apa saja tergantung Anda bagaimana menelaah nya.
Jadi, filsafat matematika terus bergerak hakikat ke pengetahuan maka lahirlah filsafat kritis. Kata kritis ini dari buku The Critique Of Pure Reason. Jadi filsafat kritis ini muncul dari sebuah buku The Critique Og the Pure Reason. Pure Reason adalah pikiran murni, biasanya sesuatu yang murni ini sifatnya spontan. Contoh dari rumah niatnya nyumbang, ini niat murni, sampai di jalan ketemu teman, kemudian ngobrol-ngobrol, ternyata di tempat itu ada pembagian hadiah, dan malah memilih hadiahnya saja, dan tidak menyumbang. Itu niat nya sudah berubah, niatnya sudah tidak murni lagi
Murni bisa di taroh diapapun, di depan obyek yang ada dan yang mungkin ada. Mas murni, murninya emas, murninya pikiran, murninya niat, murninya tindakan, murninya nama, murninya karya, murninya cinta, murninya rasa, murninya logam, murninya dunia, dan seterusnya.
Murninya kebaikan, kalau orang baik punya kebaikan tidak pertensi apa-apa, tetapi kalau sudah pakai catatan, ditengarahi sudah tidak murni lagi. Dia dermawan, dia sering memberi hadiah dengan catatan, berarti dia bermurah hati itu tidak murni, karena harus ditebus dengan mencoblos dia.
Ada murninya teman, murninya persaudaraan, murninya kebaikan, ada murninya pikiran, dan seterusnya. Jadi inilah yang mencari, menggali murninya pikiran itu seperti apa. Ternyata murninya pikiran itu adalah yang ketemu formulanya yang disebut dengan sintetik a priori.
Sintetik itu hubungan antar realita, realita satu dengan realita yang lain, hubungan itu terjadi di realita, realita itu don’t care kepada kita. Contoh gunung merapi itu manusia, gunung nya ga merasa itu gunung merapi, apa gunung nya merasa punya nama merapi, mau dikasih nama gunung merbabu pun bisa. Itulah hubungan antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain. Dan semuanya itu ada dalam pikiran manusia, yang namanya persepsi.
Hubungan antar persepsi adalah sintetik, hukumnya sebab akibat, itu sebagai komponen daripada berpikiran murni, jadi sebab-akibat. Menurut logika Immanuel Kant maka dicari murninya sebab-akibat. Manusia itu lemah, banyak salah. Contoh, saya pegang batu, kemudian batu itu saya lempar ke kaca jendela, pecah kacanya. Pertanyaan saya adalah kenapa kacanya pecah ?
Mahasiswa menjawab, mba Belva “karena lemparan nya itu kuat dan juga batu yang dilemparkan kekaca dapat pecah tergantung kuat tidak nya lemparan”, mba Monic “karena melemparnya dengan kekuatan”, mba Catur “karena batunya keras Prof.
Semua jawaban belum ada yang tepat, karena apa ? Karena Anda belum belajar filsafat, itu artinya Anda menjawab salah itu benar, dan singkat ngomongnya, salah itu benar. Kalau singkat itu bisa jadi hoax, maka harus dijelaskan, jadi tidak lagi jadi hoax.
Saya itu hoby olahraga, jadi rumah saya buat tinggi. Saya punya tanaman, tanaman kangkung, saya photo panjang, tinggi, saya bisa menanam kangkung itu tinginya 4 meter, coba ini pertanyaan kedua, caranya bagaimana ? Apakah ada yang tau caranya, gimana cara menanam kangkung yang tingginya 6 meter dan itu tidak pakai tiang peyangga, tidak pakai tiang penopang, saya photo dan tayangkan di facebook, pada heran, kalau menurut Anda bagaimana caranya ?
Prof Marsigit berkata siapa yang mau menjawab, ini ada hubungan nya dengan filsafat. Ingin tau jawaban nya ? Saya menanamnya begini dari lantai 5 itu saya kasih pot kangkung di pingggir, kemudian kangkung nya menjulur keluar dan menjulur ke bawah, dan tambah panjang-tambah panjang, panjangnya kebawah menggantung kangkung nya, kemudian yang saya photo di tengah.
Itu termasuk hoax, tapi sebenarnya apabila diterangkan tidak jadi hoax. Jadi, potensi hoax itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada, semua bisa di bikin hoax kalau informasinya tidak lengkap dan tidak dijelaskan.
Sekarang melempar kaca, kalau jawaban filsafat, kalau kaca pecah itu belum tentu dikarenakan lemparan batu, bisa saja ketika saya melempar batu ada orang melemparkan tepal, atau ada orang menembak burung terkena kaca saya, bareng deeerr kaca jendela kaca saya pecah. Itu kalau dalam filsafat di mungkinkan, jangan di tutup kemungkinan itu. Jadi, jawaban filsafat belum tentu kaca pecah karena lemparan batu.
Maka, di peroleh lah pikiran murni itu adalah sintetik a priori. Kalau filsafat diturunkan jadi ideologi, ideologi adalah filsafat yang di terapkan, punya konteks, konteks Negara. Jadilah ada demokrasi, liberal, konservatif, dan seterusnya ideologi. Kemudian kalau diturunkan bisa jadi paradigm-paradigma, paradigm hidup.
Pandemi itu merubah banyak sekali paradigma, kalau dulu orang datang kuliah dan tidak kuliah mungkin sedikit nilai nya, sekarang berubah paradigm nya, tidak hadir itu nilainya tinggi sekali, kehadiran itu poinnya tinggi sekali.
Dulu mendengar kuliah tanpa gedung heran, dan sekarang gedung Pascasarjana lantai 7 posisinya sekarang siap untuk kuliah kalau sudah tidak corona, tapi sekarang kuliah nya masih tetep daring. Gedung Pascasarjana digunakan nanti pada saat kuliah luring. Tapi sekarang terbukti kita kuliah tanpa gedung. Ini paradigm baru, jadi paradigma ini seperti itu.
Turun ke bawah jadi teori-teori, teori pendidikan, teori belajar, teori mengajar, teori daring, teori kuliah, dan seterusnya. Teori turun ke bawah jadi model, model belajar, model mengajar, model kuliah, model kalau diturunkan jadi sintaks, tidak ada model tanpa sintaks. Sintaks itu adalah langkah, step, sintaks itu yang tadi, sekarang, nanti, kemarin, besok, dulu, dan yang akan daring.
Hermenedika hidup itu adalah yang saya gambar seperti spiral, yang saya kuliah kan itu hermenedika, dari awal sampai akhir. Semua berhermenedika, salah satu bentuk istilah nya, kata yang simpel tapi mengandung unsur filsafat adalah menembus ruang dan waktu.
Maka, sebenar-benar hidup adalah menembus ruang dan waktu, sebenar-benarnya dunia adalah menembus ruang dan waktu, jangankan manusia binatang pun menembus ruang dan waktu, jangkan binatang tumbuh-tumbuhan pun menembus ruang dan waktu, jangankan tumbuh-tumbuhan batu pun menembus ruang dan waktu. Kita tida bisa ngomong batu tanpa predikat kapan dan dimana, tidak akan bisa menunjukkan kalau tidak ada embel-embelnya, itu batu ideal nama nya. Batu yang tidak cacat itu nama nya batu ideal.
Dulu itu adalah waktu, dan disana adalah tempat, disana itu ruang, dulu itu waktu. Sebuah batupun menembus ruang dan waktu. Dulu itu waktu, hitam itu ruang, maka bisa menunjuk. Jadi dari yang ada dan yang mungkin ada itu semua menembus ruang dan waktu.
Berbicara filsafat berarti berbicara tentang menembus ruang dan waktu. Jadi apabila mendergar kata-kata menembus ruang dan waktu, berarti orang ini sedang berfilsafat. Buku yang berjudul filsafat belum tentu isinya filsafat, la kalau yang ngarang belum paham filsafat, tapi sebaliknya judul nya ruang dan waktu ternyata isinya filsafat. Jadi Anda kalau baca buku itu harus lihat isinya juga jangan cuma judulnya percaya.
Kalau Anda melihat buku dari judulnya saja berarti pemahaman Anda belum murni. Ternyata murni itu penting, karya copy-paste itu namanya karya tidak murni. Karya yang tidak murni disebut plagiat atau plagiarism, dan itu musuh besar orang sekolah, termasuk Sarjana, Magister, Doctor, Profesor, Rektor kalau kena plagiat bisa dipecat, dicabut gelarnya.
Kalau ilmu itu dimulai dari kesadaran, maka semua buku itu bisa diberi catatan, ini diperuntukkan bagi orang-orang yang sadar. Semua buku matematika itu tidak ada guna nya bagi orang tidur. Jadi, kuliah ini di peruntukkan bagi orang-orang yang sadar, kalau tidak sadar ada kiasan nya, bahasa analognya orang Inggris mengatakan meniup terus (bloon) itu tidak sadar.
Jadi hidup itu bersintaks, apapun tidak ada hidup yang tidak bersintaks, disadari maupun tidak disadari dan sintaks itu bagian dari menembus ruang dan waktu. Sintaks tidak bisa dibalik, jadi ambil air wudhu itu mendahului sholat, kemudian masuk ke ruang sholat atau ke masjid kemudian sholat. Jangan sholat dulu baru berwudhu, itu sintaks nya tidak benar.
Berkeluarga mulai dari rasa cinta, komunikasi, pertemuan, lamaran, pernikahan, kemudian ijab Kabul. Ijab Kabul itu landasan daripada pernikahan. Sintaks kalau diturunkan lagi ini contoh-contoh atau kegiatan realita nya. Realita itu adalah contoh dari idealita, pohon misalnya.
Pohon pisang itu cuma satu, ada di pikiran diseluruh dunia beribu-ribu pohon pisang. Maka dapat dikatakan realita itu bayangan dari idealita. Kemudian memperoleh macam-macam ilmu, ilmu yang bersifat formal itu biasanya berlandaskan, sedangkan ilmu yang bersifat empiris landasanya adalah sintetik. Landasan itu ada awalan, matematika itu awalan nya gampang, andai kata atau pengandaian atau asumsi.
Dari landasan itulah lahirlah filsafat pondasionalisme. Maka, semua berlandaskan dan sebagaian tidak berlandasan. Apa yang berlandasan, berkeluarga yaitu ijab Kabul pernikahan, landasan dari Negara adalah UU dan Pancasila, dalam matematika pengandaian dihilangkan tidak aka nada matematika, Pancasila dihilangkan tidak aka nada Indonesia.
Landasan perkuliahan adalah KRS an, Anda mengambil itu landasan, KRS itu janji, janji Anda secara resmi sah adanya, dan landasan berikutnya Anda diterima di UNY. Pengetahuan itu ada yang berlandaskan da nada yang tidak berlandaskan, landasan bisa berupa janji, bisa berupa pengandaian, bisa berupa definisi. Yang tidak berlandaskan adalah pengetahuan intuisi. Salah satu pengetahuan intuisi adalah pengetahuan tentang saying, cinta, sulit, tinggi, rendah, dalam, luas, dan sebagainya itu pengetahuan tidak berlandaskan, karena tidak tahu sebabnya apa dan dari kapan datangnya.
Jadi pengetahuan ada dua pondasionalism, pondamen daripada agama adalah keyakinan, akidah. Spiritual itu ada landasannya percaya keyakinan, kemudian matematika murni landasannya adalah definisi, itu adalah filsafat aliran pondasionalism. Ada ilmu yang bersifat anti-pondasionalism yaitu pengetahuan yang tidak berlandaskan yaitu pengetahuan intuitif. Pengetahuan intuitif itu pengetahuan tentang ruang dan waktu. Maka, orang-orang yang punya pengetahuan syaratnya adalah sadar, kalau dia tidak sadar maka tidak mempunyai pengetahuan.
Contoh, coba berapa kira-kira jarak Pak Marsigit dengan gorden dibelakang ? mahasiswa menjawab mas Karmawan: “satu meter Pak”, mba Nadya: “setengah meter Pak”, mba Aulia: “setengah meter Prof”. Itu artinya intuisi pendengaran Anda bagus, kalau Anda jawab 12km itu berarti intuisi ada jelek atau tidak sadar atau gila. Orang gila itu tidak punya kesadaran ruang dan waktu.
Intuisi yang paling utama dalam kehidupan adalah intuisi ruang dan waktu. Kemudian ada teori-teori yang menjadi kendala orang-orang berpikir. Plato (Yunani), Descartes (Prancis), Immanuel Kant (Australia) sampai kepada abad gelap. Abad gelap itu terjadi di Yunani kira-kira abad ke-12, kebenaran pada abad ke-12 itu didominansi oleh gereja, yang tidak sesuai dengan gereja itu salah.
Sistem dunia itu sistem geosentris berpusat kepada Bumi, kemudian alam semesta termasuk matahari, bulan. Padahal Galilio dan teman-teman pmenemukan bahwa pusatnya bukan bumi, tetapi matahari, maka geosentris nya gereja itu bergeser dari heliosentris. Pada saat itu jadi masalah besar, karena heliosentris dianggap bertentangan, itu jaman gelap berabd-abad. Oleh karena itu, muncullah tokoh-tokoh seperti David Hume, R. Descartes dan seterusnya. Dari tokoh-tokoh itulah lahirlah zaman modern. Setelah zaman modern semua waspada karena memasuki fase krusial yaitu dengan muncul tokoh Aguste Compte.
Aguste Compte tidak percaya dengan filsafat dan berkata filsafat tidak bisa dipakai untuk membangun dunia. Aguste Compte membuat struktur dunia menjadi tiga yaitu spiritual, metafisik, metode saintifik. Aguste Compte membuat spiritual menjadi dibawah karena dianggapnya spiritual tidak logis, tidak bisa membangun dunia.
Fenomena Aguste Compte sebenarnya mnyadarkan kita sekarang ini yaitu bahwa godaan manusia pada zaman kontemporer, yaitu godaan untuk tidak menjadi munafik. Tetapi tidak ada orang yang terbebas dari munafik. Misalnya kita masing-masing punya kesalahan, mulai dari yang kecil ke besar. Kalau kita terpaku pada kesalahan itu kita tidak bisa belajar, kita tidak bisa jadi guru, itulah sebabnya setiap saat kita harus selalu istighfar, mohon ampun kepada Tuhan.
Yang tau kita munafik adalah diri kita masing-masing, tidak menepati janji munafik. Kalau spiritual itu munafik, sebab realita itu kontradiksi, kontadiksi itu adalah munafik. Kenapa kontradiksi ? Karena berkembang dan berubah. Kontradiksi ada kontradiksi ontologis dan ada kontradiksi epistomologis. Kontradiksi ontologis adalah kodratnya, sedangkan kontradiksi epistomologis adalah ulahnya manusia. Sebab kalau tidak kontradiksi kita tidak akan bisa hidup.
Struktur dunia ada arkhaik, tribal, tradisional, fildal, modern, kontemporer, itu bukan semata-mata karena orang, melainkan perkembangan peradaban manusia.
Sebagai referensi mohon untuk video yang pertama diputar berulang-ulang untuk Anda bisa memahami filsafat.
Perkuliahan ditutup dengan permohonan maaf dan membaca doa sesuai keyakinan masing-masing.
Komentar
Posting Komentar