PENERAPAN FISAFAT DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu dasar yang diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari yang didalamnya terdapat beberapa dasar keilmuan
atau konsep fundamental matematika yang berupa penalaran matemati, logika,
persamaan dan pertidaksamaan, relasi dan fungsi, pemecahan masalah matematis,
serta beberapa contoh alat ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
kecenderungan (disposisi) berpikir kritis dan kreatifnya (Maulana, 2017). Matematika
secara konsep memerlukan nalar yang mengikuti bahasa yang menyatakannya.
Rumusan bahasa matematika tidak saja sebagai penunjuk bagi dasar sains, tetapi
juga memiliki esensi sendiri. Secara alamiah matematika memiliki nama yang
berbeda dalam bahasa berbeda mengikuti penyebutan dan pemahaman serta
kepentingan manusia yang menggunakannya, namun secara prinsip nama-nama itu
memiliki hakikat yang sama. Matematika membenarkan sesuatu secara abstraksi
mengikuti nalar. Selain matematika, filsafat juga merupakan suatu pengetahuan
yang mencari kebenaran secara mendalam, walaupun selalu tidak tuntas. Penggabungan
kedua kata ini menghasilkan suatu ungkapan filsafat matematika, yang mendorong
suatu pemahaman tentang matematika dan filsafat. Paradoks menjadi contoh dari persoalan
interaksi antara matematika dan filsafat, yang memungkinkan untuk mengungkapkan
filsafat matematika (Nasution, 1984).
Filsafat matematika adalah bagian dari
filsafat yang berbicara tentang matematika dan mengkaji asumsi-asumsi,
landasan, dan implikasi matematika secara filosofis. Filsafat matematika
memberikan suatu pertanggungjawaban berkaitan dengan hakikat dan metodologi
matematika dalam kehidupan manusia. Begitu pentingnya filsafat matematika
dikuasai oleh mahasiswa sehingga nanti ketika mahasiswa sudah menjadi guru, ia
dapat menyampaikan materi matematika secara komprehensif. Filsafat matematika
juga merupakan bentuk spesifik dari epistemologi (yang secara umum membahas
asal pengetahuan dan bagaimana pengetahuan manusia dibentuk), dimana filsafat
matematika membahas asal matematika dan bagaimana suatu sistem ilmu matematika
dibentuk. Filsafat matematika memiliki fungsi teramat penting, yakni memberi
fondasi yang kuat dan sistematis pada pengetahuan dan kebenaran (Suyitno & Rochmad, 2015).
Secara tradisional, matematika telah dipandang
sebagai paradigma pengetahuan tertentu. Euclid
mendirikan struktur logika yang luar biasa hampir 2.500 tahun lalu, yang sampai akhir abad kesembilan belas
diambil sebagai paradigm untuk mendirikan
kebenaran dan kepastian. (Ernest et al., 2016). Peran filsafat
matematika adalah untuk memberikan landasan yang sistematis dan absolut untuk
pengetahuan matematika, yaitu dalam nilai kebenaran matematika. Asumsi ini
adalah dasar dari foundationism, doktrin bahwa fungsi filsafat matematika
adalah untuk memberikan dasar-dasar tertentu untuk pengetahuan matematika. Pandangan
Foundationism terhadap pengetahuan matematika terikat dengan pandangan
absolutist, yaitu menganggap bahwa kebenaran matematika adalah mutlak. Sehubungan
dengan hal itu pemikiran terkait filsafat juga perlu diterapkan dalam proses
pembelajaran terkhusus pada anak jenjang Sekolah Dasar. Penerapan filsafat
matematika di Sekolah Dasar sangat membantu proses pembentukan etika,
pembentukan pikiran-pikiran awal siswa yakni sebagai langkah dasar agar mereka
mampu menghadapi masalah-masalah yang dijumapai setelah mereka dewasa. Berdasarkan
paparan tersebut penulis akan mencoba mengaitkan dan menerapkan filsafat dalam
pembelajaran matematika di sekolah yakni pada Sekolah Dasar.
PENERAPAN
FISAFAT DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR
Prinsip
progressivisme yaitu memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan,
sehingga seorang pendidik harus selalu siap untuk memodifikasi berbagai metode
dan strategi dalam pengupayaan ilmu-ilmu dengan prinsip dalam progressivisme
yaitu dalam pengupayaan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dan berbagai
perubahan-perubahan yang menjadi kencenderungan dalam suatu masyarakat. Dalam
konteks ini, pendidikan harus lebih dipusatkan pada peserta didik, dibandingkan
berpusat pada pendidik maupun bahan ajar. Karena peserta didik merupakan subjek
belajar yang dituntut untuk mampu menghadapi berbagai persoalan kehidupan di
masa mendatang (Mindayani, n.d.).
Bila dikaitkan dengan
pembelajaran matematika, progresivisme memiliki andil yang cukup besar,
terutama dalam mengembangkan pemahaman konsep yang ada dalam matematika.
Menurut Immanuel Kant matematika merupakan contoh akal murni yang berhasil bisa
memperoleh kesukseskannya dengan bantuan pengalaman sehingga perlu adanya suatu
konsep baru yang ditemukan. Pemecahan masalah matematika merupakan inti
pembelajaran yang merupakan kemampuan dasar dalam proses pembelajaran.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi dasar bagi ilmu
pengetahuan lainnya karena didalamnya terdapat kemampuan untuk berhitung,
logika, dan berpikir. Matematika juga merupakan ilmu sebagai aktivitas
kecerdasan manusia. (Wahyuni & Efuansyah, 2018).
Matematika
merupakan ilmu yang koheren karena terdapat keselarasan antara bentuk dan
isinya sehingga memerlukan sebuah bukti. Ketika kita ingin membuktikan
matematika untuk dunia anak-anak menggunakan pengertian dan contoh yang mampu
dipahami oleh anak misalnya dengan segala aktivitas anak ketika berinteraksi
dengan benda-benda konkrit sehingga siswa mampu memahami matematika dan
menemukan pikiran secara logism yaitu memikirkan matematika
yang dipikirkannya ke dalam alur logika yang mampu untuk memecahkan suatu
permasalahan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari karena didalam logika
terdiri dari sistem aksioma dan proposisi yang mencakup segala jenis masalah
matematika.
Dalam
pembelajaran matematika sejak dini, peserta didik sudah di didik untuk
menggunakan logika sehari-hari yang tentunya akan menjadi lebih mudah bagi
peserta didik dalam memahami dan menerima pelajaran matematika. Berdasarkan
perspektif teori Konstruktivisme, peserta didiklah yang memproses
informasi-informasi dari pembelajaran yang dilakukan melalui upaya
pengorganisiran dan penemuan korelasi akan pengetahuan-pengetahuan baru dengan
pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada. Pada hakikatnya dalam melaksanakan
pembelajaran matematika memang seharusnya memberikan peluang yang lebih banyak
kepada peserta didik guna mencari dan berusaha mengkonstruksi
pengetahuan-pengetahuan maupun keterampilan-keterampilan untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman belajar mandiri sehingga belajar yang dilakukan bermakna.
Pengetahuan-pengetahuan matematika yang telah diperoleh oleh peserta didik
melalui pengalaman-pengalaman belajarnya sendiri akan lebih bertahan lama
dibandingan dengan pembelajaran yang hanya berpusat pada guru. Guru memiliki
peranan yang penting untuk memfasilitasi perserta didik dalam proses
pembelajaran. Guru yang mampu mengaitkan konsep filsafat dalam matematika akan
lebih mudah untuk memberikan konstribusi bagi anak-anak di Sekolah Dasar (Hendrayanto, 2019).
Penyampaian materi menjadi sangat menarik
apabila guru mengaitkan pembelajaran matematika dengan ilmu filsafat. Dengan bimbingan
guru yang mengedepankan teori filsafat akan membuat peserta didik mampu menemukan
konsep dan rumus-rumus matematika dasar sehingga peserta didik sangat menyukai,
dapat menumbuhkan semangat serta rasa percaya diri dalam eksplorasi dunia
angka, bilangan dan konsep matematika yang lebih rumit. Penyampaian materi
pelajaran matematika akan menjadi sedikit lebih lama dibandingkan penyampaian
materi dengan metode konvensional. Namun, dengan implementasi filsafat sebagai
latar belakang lahirnya suatu konsep matematika, maka setiap peserta didik
diharapkan mampu dan mau mempelajarinya sampai tuntas dan mencintai matematika
dengan lebih mendalam. Terkhusus anak-anak di sekolah dasar pastinya akan
membuat mereka tertarik untuk mempelajari matematika.
Filsafat
matematika mencakup ontologi dan epistemologi. Ontologi menyangkut hakekat
matematika, apakah hakekat yang ada dibalik matematika. Sedangkan secara
epistemologi adalah berkaitan dengan bagaimana cara menjawab pertanyaan mengenai
matematika, cara memperoleh dan menangkap permasalahan dalam matematika. Pendidikan
matematika mengacu pada masalah belajar dan mengajar. Terhadap pembelajaran
dalam pendidikan matematika, pemikiran filsafat memiliki peran yang sangat
penting. Filsafat turut berperan dalam menciptakan suatu pembelajaran
matematika yang memungkinkan para siswa untuk membangun logika pikirnya serta
membangun pengetahuan matematikanya
Dalam
membelajarkan anak-anak mengenai matematika juga perlu memerlukan pemikiran
yang analitik apriori karena merupakan kebenaran aritmatika yang akan
ditransformasikan ke dalam kebenaran logis dalam pemikiran ilmu hitung untuk
memperjelas pembelajaran matematika yang merupakan bukti pembelajaran
matematika yang tidak hanya intuitable tetapi masuk akal. Menurut Immanuel Kant,
intuisi adalah sebagai representasi yang tergantung dalam keberadaan objek. Menurut
Bapak Prof Marsigit peran intuisi dalam matematika lebih bersifat filosofis
daripada matematis karena intuisi merupakan kemampuan memahami sesuatu tanpa
adanya penalaran secara langsung dan rasional. Intuisi dapat membantu peserta
didik dalam mengkonstruksikan masalah matematika dan membantu peserta didik
dalam mengembangkan potensinya dan memotivasi serta mendorong peserta didik
untuk tidak menyerah dalam memecahkan persoalan matematika dan belajar
matematika.
Dengan
implementasi filsafat dalam pembelajaran sekolah akan dapat membantu peserta didik
berpikir secara koridor spiritual, etik dan estetika. Karena setinggi-tinggi
orang berfilsafat adalah sopan santun terhadap ruang dan waktu. Segala
macam bentuk persoalan yang akan diberikan kepada peserta
didik harus menggambarkan persoalan yang ditemui sehari-hari atau dengan
kata lain yang berdekatan dengan pengalaman empiris peserta didik di lapangan.
Jadi dengan adanya kegiatan pembelajaran yang mengaitkan langsung dengan
kehidupan nyata peserta didik akan dengan mudah memahami dan mengerti, apalagi
anak-anak belajar dari kehidupan sehari-hari mulai dari orang tua, teman, dan
lingkungan yang berada di sekitar nya.
Dalam
filsafat yang kita pelajari mencakup yang ada dan yang mungkin ada. Dengan
hakekat matematika sekolah tersebut diharapkan siswa akan dapat membangun
matematikanya sendiri. Siswa dituntut untuk lebih kreatif dan aktif dalam
proses pembelajaran sehingga guru hanya berperan sebagai pendamping dalam
pembelajaran, sedangkan siswa mengkonstruksikan matematikanya sendiri.
Terkhusus anak-anak pada dasarnya adalah filsuf ilmiah, artinya selalu menjadi
seorang filsuf yang mempertanyakan segala sesuatu, termasuk hal-hal yang sudah
jelas bagi orang dewasa. Dengan penerapan filsafat dalam pembelajaran
matematika di Sekolah Dasar tentunya dapat menumbuhkan kemampuan matematis
siswa sejak dini dan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa (linguistik),
kemampuan untuk berhadapan dengan kegagalan (psikologis), dan kemampuan untuk
berpikir terbuka anak (ilmiah).
Agar
tercapainya semua itu maka peranan guru sangat penting dalam pembelajaran
matematika. Seorang guru harus mempunyai pendekatan dan metode pembelajaran
yang akan dilaksanakan serta memilih metode pembelajaran yang efektif serta
berusaha memberikan variasi dalam metode pembelajaran agar tidak kelihatan atau
menyebabkan siswa bosan. Jika hal ini diterapkan, maka dituntut sekali
inisiatif guru untuk melakukan kreativitas. Guru merupakan seorang figur yang
menjadi tauladan dan pedoman bagi siswa dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Guru merupakan nara sumber yang akan memberikan dan menciptakan pembelajaran
yang kreatif dan menyenangkan bagi siswa, terutama sekali dalam hal pemahaman
dan penyelesaian mata pelajaran matematika.
Penerapan filsafat
dalam pembelajaran matematika akan memberikan keuntungan bagi guru dan juga
siswa. Bagi guru, dengan adanya pelajaran filsafat, maka guru akan lebih
memahami karakter dari siswa-siswanya. Menurut Bakhtiar (2004) manfaat yang
ditimbulkan dari implementasi filsafat matematika pada pelajaran matematika di
sekolah yaitu nilai pelajaran matematika akan meningkat. Bukan itu saja,
kecintaan siswa pada pelajaran matematika menjadi lebih nyata dan jauh dari
abstrak (bisa menjawab soal tapi tidak memahami konsepnya!). Anak dari berbagai
usia berfikir sesuai dengan tingkat usianya. Matematika adalah subjek ideal
yang mampu mengembangkan proses berpikir anak dimulai dari usia dini, usia
pendidikan kelas awal (pendidikan dasar), pendidikan menengah, pendidikan
lajutan dan bahkan sampai mereka berada di bangku perkuliahan. Hal ini
diberikan untuk mengetahui dan memakai prinsip matematika dalam kehidupan
sehari-hari baik itu mengenai perhitungan, pengerjaan soal, pemecahan masalah
kehidupan di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan masyarakat.
Khusus untuk siswa,
matematika sangat berguna sekali bagi mereka untuk mengembangkan proses
berfikir mereka mulai dari hal-hal yang sederhana sampai kepada hal-hal yang
rumit. Tahapan dimana siswa sudah bisa mempraktekkan matematika dalam kehidupan
sehari-hari yang tentunya juga ditunjang oleh berbagai cara serta metode
pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan tingkat
perkembangan anak kelas yang cenderung bermain dan belajar. Tidak bisa
dipungkiri, siapapun akan bangga jika punya anak pintar matematika atau paling
tidak nilai matematikanya selalu bagus. Sehingga orang tuapun tidak segan-segan
untuk memberikan atau mengikutkan anak-anak mereka les tambahan untuk mata
pelajaran matematika dengan harapan anak-anak mereka mendapatkan nilai yang
bagus. Pada hal nilai bagus yang didapatkan oleh anak-anak mereka dalam
berhitung saja tidak cukup kalau tidak bisa menganalisis atau merubah dari soal
cerita ke bahasa matematika dan mengembalikan lagi ke dalam soal cerita atau
kalau tidak bisa menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari (problem solving). Maka tidak jarang
anak-anak yang bagus nilainya di kelas awal akan mengalami kesulitan atau turun
nilainya pada tahap kelas tinggi, menengah, atas dan kuliah.
Belajar filsafat adalah
berpikir, sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana pola pikir siswa-siswanya
dalam memahami matematika. Pada pelajaran filsafat, pendidikan karakter juga
tercakup di dalamnya. Pendidikan karakter meliputi material, formal, normatif
dan spiritual. Belajar filsafat adalah belajar
pikiran para filsuf. Dengan kita mempelajari pikiran para filsuf, kita akan
memahami tentang filsafat itu. Selain itu berfilsafat adalah berpikir dalam
koridor spiritual, etik dan estetika. Setinggi-tinggi orang berfilsafat adalah
sopan santun terhadap ruang dan waktu. Dalam filsafat yang kita pelajari
mencakup yang ada dan yang mungkin ada. Dengan hakekat matematika sekolah
tersebut diharapkan siswa akan dapat membangun matematikanya sendiri. Siswa
dituntut untuk lebih kreatif dan aktif dalam proses pembelajaran sehingga guru
hanya berperan sebagai pendamping dalam pembelajaran, sedangkan siswa
mengkonstruksikan matematikanya sendiri
Ilmu matematika dan
ilmu filsafat merupakan kedua ilmu yang saling berkaitan erat, sama-sama
berdasarkan logika yang bersifat rasional, dan tidak memerlukan eksperimen
seperti kebanyakan ilmu pengetahuan. Proses perkembangan anak dan pola pendidikan
yang diberikan harus disesuaikan, dalam hal ini diharapkan pendidikan harus
mendorong konstruksi pengetahuan melalui keterlibatan aktif dan interaksi
peserta didik tanpa meninggalkan spiritualitas, agar nantinya tidak lahir
generasi yang punya akal ilmuan tapi berkelakuan tidak baik. Terutama anak-anak
di sekolah dasar, dengan diberikannya ilmu filsafat dalam matematika sejak dini
maka akan lebih mudah membangun karakternya, sehingga saat ia sudah dewasa
tidak akan terjerumus kedalam realita-relalita yang bersifat spiritualisme. Dengan
penerapan filsafat matematika di Sekolah Dasar berdasarkan aliran pendidikan progersivisme maka dapat
membantu para siswa menghadapi persoalan-persoalan yang akan Ia jumpai, karena
aliran pendidikan progersivisme adalah suatu perkembangan sehingga apabila
diterapkan di jenjang Sekolah Dasar maka akan membantu proses-proses
perkembangan peserta didik dan juga akan
membuat proses pembelajaran matematika berjalan efektif dan efisien.
PENUTUP
Dari
penjelasan-penjelasan pembelajaran matematika jenjang Sekolah Dasar memiliki
kaitannya dengan filsafat ilmu bahwa dalam belajar matematika juga memiliki
pikiran untuk logika dan terutama dalam mengembangkan pemahaman konsep yang ada
dalam matematika. Intuisi juga membantu siswa
dalam mengkonstruksikan masalah matematika dan membantu siswa dalam
mengembangkan potensinya dalam pembelajaran matematika baik memotivasi dan
mendorong siswa untuk tidak menyerah dalam memecahkan persoalan matematika dan
belajar matematika. Ilmu matematika dan ilmu filsafat merupakan kedua
ilmu yang saling berkaitan erat, sama-sama berdasarkan logika yang bersifat
rasional, dan tidak memerlukan eksperimen seperti kebanyakan ilmu pengetahuan. Proses
perkembangan anak dan pola pendidikan yang diberikan harus disesuaikan, dalam
hal ini diharapkan pendidikan harus mendorong konstruksi pengetahuan melalui
keterlibatan aktif dan interaksi peserta didik tanpa meninggalkan
spiritualitas, agar nantinya tidak lahir generasi yang punya akal ilmuan tapi
berkelakuan tidak baik. Terutama anak-anak di sekolah dasar, dengan
diberikannya ilmu filsafat dalam matematika sejak dini maka akan lebih mudah
membangun karakternya, sehingga saat ia sudah dewasa tidak akan terjerumus kedalam
realita-relalita yang bersifat spiritualisme. Dengan penerapan filsafat
matematika di Sekolah Dasar berdasarkan aliran
pendidikan progersivisme maka dapat membantu para siswa menghadapi
persoalan-persoalan yang akan Ia jumpai, karena aliran pendidikan progersivisme
adalah suatu perkembangan sehingga apabila diterapkan di jenjang Sekolah Dasar
maka akan membantu proses-proses perkembangan peserta didik dan juga akan membuat proses pembelajaran
matematika berjalan efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Ernest, P., Skovsmose, O., Paul van Bendegem, J.,
Bicudo, M., Miarka, R., Kvasz, L., & Moeller, R. (2016). The philosophy
of mathematics education. Springer Nature.
Hendrayanto, D. N. (2019). Implications of the Constructivism
Philosophy Perspective in Mathematics Learning. Journal of Mathematics and
Mathematics Education, 9(1), 15.
https://doi.org/10.20961/jmme.v9i1.48285
Maulana, M. (2017). Konsep dasar matematika dan
pengembangan kemampuan berpikir kritis-kreatif. UPI Sumedang Press.
Mindayani, N. (n.d.). PENERAPAN ALIRAN PENDIDIKAN
PROGERSIVISME PADA STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA
NEGERI 1 NA IX-X. Jurnal Edukasi Kultura: Jurnal Bahasa, Sastra Dan Budaya,
6(2).
Nasution, M. K. M. (1984). Filsafat Matematika. Sintesa:
Suatu Catatan, 1.
Suyitno, H., & Rochmad, R. (2015). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Filsafat Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
dengan Strategi Berbasis Kompetensi dan Konservasi. Kreano, Jurnal Matematika
Kreatif-Inovatif, 6(2), 199–205.
Wahyuni, R., & Efuansyah, E. (2018). Model Pembelajaran
Missouri Mathematics Project (MMP) Menggunakan Strategi Think Talk Write (TTW)
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Pemecahan Masalah. JNPM
(Jurnal Nasional Pendidikan Matematika), 2(1), 24–36.
Komentar
Posting Komentar